Senin, 01 November 2010

PANGERAN KODOK & POPE PART 3 ..

Pangeran Kodok benar-benar merasa bingung dan bimbang untuk memutuskan kembali menjadi Kodok. Baginya sungguh amat sangat menyenangkan menjadi seekor Paus Jantan dan selalu bersama dengan Pope. Tak mungkin juga bila ia menyalahkan dan mengingkari takdir yang telah ditorehkan padanya menjadi seorang Pangeran Kodok dan memerintah sungai Mempesona. Tetapi sungguh amat sulit bagi pangeran Kodok untuk menghapuskan pesona laut yang telah ia cicipi kenikmatannya. Magnet yang amat sangat kuat yang menyedot dirinya untuk selalu bertemu dan menemani Pope.

Di suatu hari yang cukup cerah, matahari bersinar dengan bersahabat, semilir angin menggoyangkan pohon-pohon kelapa di pinggir pantai. Pangeran Kodok duduk terpaku di bibir pantai, memandang tanpa batas pada laut lepas nan biru. Tak ada yang menolak bila dikatakan laut itu memiliki keindahannya tersendiri. Tak kalah indah dengan kesegaran dan kesejukan air yang mengalir di sungai Mempesona.
Dengan segenap asa dan rasa pangeran Kodok memanggil Pope, meskipun hanya dalam hati ia memanggil, Pangeran Kodok yakin bahwa sang Putri pasti mendengarnya.
"Pope…Pope…Pope…” panggilnya dalam hati penuh kasih
“Pope, betapa aku sangat merindukanmu.


Seiring dengan panggilan itu, pangeran Kodok memanjatkan doa kepada Sang Penguasa Alam, Sang Pemegang Takdir, agar ia dapat terus mencintai Pope, sang Putri Paus. Cinta yang tulus dan suci penuh pengharapan tetapi tanpa tuntutan .

Ombak laut bergemuruh seru seakan mendengar jeritan rindu sang pangeran, dan bersamaan dengan gelombang yang berkejaran dengan buih... muncullah di permukaan laut wajah Putri Paus yang ia rindukan. Seketika itu juga Pangeran Kodok berubah menjadi Paus jantan.

“Duhai pangeran, mengapa engkau memanggilku?” Tanya Pope.
“Entahlah. Mungkin karena aku selalu merindukanmu Pope”
”Mengapa engkau selalu merindukanku?”
“Entahlah.”
“Duniamu sudah indah, mengapa engkau masih saja terus kembali kemari dan mencariku?”
“Entahlah.”
“Duhai pangeran, engkau selalu saja menjawab semua pertanyaanku dengan entahlah.”
“Popeku sayang, rindu yang kurasakan ini tak kunjung pudar. Dan aku benar-benar tidak tahu mengapa aku begitu merindukanmu”
“Tapi rindu itu dapat dikendalikan. Dunia kita lain wahai pangeran Kodokku. Engkau berada di daratan, dan aku adalah penghuni abadi di lautan.”
“Tetapi Pope.. aku pasti bisa menjalankan kedua dunia ini. Selama mantramu tidak hilang, kita akan dapat terus bersama”
“Apakah orang-orang di kerajaanmu tidak akan mencarimu?”
“Tidak. Mereka akan baik-baik saja.”


“Pangeran, tinggalkanlah aku.” Pinta Pope dengan berat hati.
“Kenapa? Apakah engkau tidak suka dengan keberadaanku disampingmu Pope? Apakah kehadiranku membuatmu tersiksa?”
“Bukan..bukan…sama sekali bukan itu. Kehadiranmu bahkan membuat hidupku penuh warna dan amat sangat berbahagia aku bersamamu. Tetapi, engkau memiliki kehidupan lain, dunia lain. Bukan disini tempatmu.”
“Aku tidak mampu meninggalkanmu Pope. Rindu ini amat menyiksaku.”
“Pangeranku, bukankah di duniamu telah hadir seekor Putri Kodok yang cantik jelita?”
“Tidak Pope, bagiku hanya engkaulah yang terlihat amat jelita, meskipun ada seekor Putri Kodok yang menungguku, namun tak bisa kupungkiri perasaanku padamu amat berbeda dibandingkan terhadapnya”.
“Dan apakah yang engkau rasakan terhadapku? Perbedaan rasa apakah yang membuatmu selalu mencariku wahai pangeran kodokku?”
“Engkau membuatku bahagia Pope, engkau membuatku bersemangat untuk menjalani hidup ini, engkau membuatku tahu apakah yang dimaksud dengan kebahagiaan itu. Sedangkan Putri Kodok…hhh dengannya, aku hanya menjalankan kewajiban dan tanggung jawab saja”
Aku mencintaimu Pope..sedangkan pada putri Kodok, hanya ada rasa sayang untuknya”
“Tapi dia adalah hal yang nyata bagimu pangeranku.”
”Aku tahu..aku tahu Pope. Tetapi..bagiku, engkau pun nyata dan mutlak, asa dan rasa yang kurasakan padamu nyata dan mutlak, senyata dan semutlak mentari yang selalu terbit di sebelah timur pada pagi hari, senyata dan semutlak rembulan yang menyapa kala malam..”
”Hhhhh..tak mampu kuhapus dan kuhilangkan asa dan rasa ini padamu Pope”
”Tidak..aku tidak bisa Pope”
”Aku sungguh amat sangat mencintaimu Popeku sayang”...

Di sisi lain Putri Paus pun tak kalah bingung dengan hatinya sendiri. Mengapa hatinya selalu terpaut pada pangeran Kodok, bila ini yang dinamakan cinta, sunguh aneh rasanya bahwa dia bisa mencintai seekor Kodok yang bukan berasal dari bangsanya. Cinta itu benar-benar misteri. Entah pada siapa cinta itu akan berlabuh. Hanya sampai disitulah seluruh nalar putri Paus mampu untuk menterjemahkan segala asa dan rasa yang ada ini. Tak sampai akalnya untuk mampu berpikir akankah cinta mereka mampu bersatu.

Mungkin kalau ini sebuah cerita dongeng mereka akan bersatu dan hidup bahagia selamanya. Tapi ini bukanlah cerita dongeng Cinderella. Ini hanyalah sebuah kejanggalan hidup, keanehan bagi dunia, seekor Paus yang jatuh cinta pada seekor Kodok.

to be continue...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar